Wajib Pajak Wajib Simpan Buku, Catatan, dan Dokumen Perpajakan

Wajib Pajak Wajib Simpan Buku, Catatan, dan Dokumen Perpajakan
Photo by Nafinia Putra / Unsplash

Wajib pajak yang tidak menyimpan buku, catatan, dan dokumen perpajakan dapat dikenai sanksi pemeriksaan bukti permulaan. Sanksi ini dapat berujung pada pidana perpajakan.

Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), buku, catatan, dan dokumen perpajakan wajib disimpan selama 10 tahun. Hal ini dimaksudkan agar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pemeriksaan pajak apabila diperlukan.

Penyimpanan buku, catatan, dan dokumen perpajakan harus dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran.

Selain tidak menyimpan buku, catatan, dan dokumen perpajakan, terdapat 8 indikasi tindak pidana perpajakan lainnya yang dapat memicu pemeriksaan bukti permulaan. Indikasi-indikasi tersebut adalah:

  • Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP
  • Menyalahgunakan atau menggunakan kewajiban pungutan PPN tanpa hak NPWP atau PKP
  • Tidak menyampaikan SPT
  • Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap
  • Menolak untuk dilakukan pemeriksaan
  • Menunjukkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan sebenarnya
  • Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain
  • Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut

Pemeriksaan bukti permulaan dapat dilakukan oleh DJP terhadap siapa saja, baik yang memiliki NPWP maupun tidak memiliki NPWP.

Penutup

Wajib pajak wajib menyimpan buku, catatan, dan dokumen perpajakan selama 10 tahun. Penyimpanan buku, catatan, dan dokumen perpajakan harus dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran.

Selain tidak menyimpan buku, catatan, dan dokumen perpajakan, terdapat 8 indikasi tindak pidana perpajakan lainnya yang dapat memicu pemeriksaan bukti permulaan.

Pemeriksaan bukti permulaan dapat dilakukan oleh DJP terhadap siapa saja, baik yang memiliki NPWP maupun tidak memiliki NPWP.