Terjebak Data, Lupa Dunia: Membebaskan Diri dari Belenggu Angka-Angka

Terjebak Data, Lupa Dunia: Membebaskan Diri dari Belenggu Angka-Angka
Photo by Luke Chesser / Unsplash

Hidup di Indonesia, rasanya kita nggak jauh beda sama Amerika. Budaya ngejar target merajalela, mulai dari rumah sampai kantor, dari badan sampai otak. Kita semua disibukkan mengejar angka-angka: langkah kaki dihitung jam tangan, air minum diukur botol, berat badan di-update di iPhone. Sampe urusan asmara aja ikutan jadi "permainan angka". Jangankan orang dewasa, bayi pun digantungi alat monitor tidur yang ngasih skor kualitas tidur! Intinya, KPI (Key Performance Indicator) itu udah nyerang tiap sudut pikiran kita.

Tidak ada tempat yang lebih parah ketularan fenomena ini selain kantor. Para eksekutif sibuk ngecek dashboard terbaru, manager sosmed deg-degan ngitung view video, marketer ngawasin klik demi klik. Buat yang kerja kantoran ngerasain banget ini sebagai rutinitas sehari hari di kantor bahkan buat yang kerja hybrid atau jarak jauh. Rutinitas nge check data ngebuat kita kehilangan tidur - tapi bukan karena pekerjaan kita rewel. Pekerjaan kita sih berjalan lancar! Cuma kita yang begadang kepo ngukur perkembangan data tiap waktu: udah sesuai target belum ya? Udah menghasilkan keuntungan yang cukup nggak sih hari ini? Kita pake data buat ngerasa "pegang kendali", tapi ujung-ujungnya malah data yang ngendalikan kita.

Di banyak institusi kecil, menengah dan besar, Dashboard data cuma ngasih ilusi kontrol. Para eksekutif di ruang rapat melongo ngelihat statistik, sementara dunia nyata ngamuk di balik pintu. Kita udah sering lihat kejadian: brand tracker bilang merek sehat-sehat aja, eh tiba-tiba bisnis anjlok. Budaya berubah, preferensi pembeli berubah drastis dan walau datanya udah seperti gunung-gunung, pemimpin bisnis tetep saja buta.

Kita jadi nggak ngelihat gambaran besar karena terlalu fokus sama satu target, itu titik data emas di ujung pelangi. Padahal, hidup nggak pernah tentang satu nomor atau satu data. Nilai terbesar dan pelajaran paling menarik justru datang dari apa yang kita sebut "keluyuran data": nge-eksplor multiple data points, nyambung-nyambungin titik dan ngundang kompleksitas yang dibutuhkan buat nemuin kebenaran yang bikin mata melek. Nih beberapa perspektif buat kita keluyuran di dunia data - dan lepas dari kejaran angka-angka:

  • Data itu kompas, bukan kapten. Makanya KPI disebut "Key Performance Indicator", bukan "Key Performance Answers". Ini ngingetin kita kalo data jarang punya solusi buat pertanyaan kita. Data itu barometer, petunjuk - potongan penting yang nyiapin puzzle. Kalo kita ngeggeser perspektif dan biarin data ngarahin, bukan nyetir, kita jadi lebih bebas mikir kritis dan kreatif. Sebagai profesional, kita diminta untuk melihat data itu sebagai titik-titik yang berkelanjutan, bukan titik akhir. Latih mantra ini tiap hari: "Menarik ya, kira-kira kalo..." abis ketemu data baru - di kantor maupun di kehidupan.
  • Data itu irisan, bukan pie. Di industri dan masyarakat, kita udah jago ngumpulin, nganalisa, dan narik insight dari big data. Tetep aja, rasanya kita kelimpahan informasi - yang kadang bisa akurat dan tidak tepat di saat yang sama. Soalnya, data itu selalu ada lanjutannya dan cara beda buat nanya pertanyaan yang sama atau nganalisa data yang sama. Dan seberapa banyak data yang kita kumpulin, kita sebenernya cuma ngelihatin secuil realita. Kalo ada dunia kebenaran di luar metafora rumah, kita ngintip lewat celah kecil di tembok dan apa yang kita liat pasti nggak pernah lengkap. Dan nggak apa-apa, kok, buat sekarang. Industri kita emang belum nemuin pie-nya. Kalo kita sadar kalo semua data cuma sekilas, ngeluyur data jadi jauh lebih seru.
  • Kekuatan data ada di fleksibilitasnya, bukan kekakuannya. Dalam hidup dan bisnis, hal baru dan perubahan itu normal, bukan keanehan. Kalo kita terpaku sama "satu cara ngerjain sesuatu" dan data set yang kita pantau, kita jadi buta sama dunia di sekitar kita. Tunnel vision itu kebalikan sama eksplorasi, dan sering jadi penyebab utama kenapa bisnis kita nggak bisa berinovasi. Kodak terlalu fokus sama sukses mereka di foto film dan nggak ngelihat revolusi digital. Xerox seneng-seneng sama data penjualan mesin fotokopi dan milih melemahkan inovasi demi produk jagoannya. Blockbuster ngegedein nilai merek mereka dan nggak ngelihat kebangkitan perusahaan kecil bernama Netflix.

Ngejar target ngasih kita tujuan dan arti - tapi obsesi target bikin kita ngerasa secara psikologis immobile dan gak mampu melihat gambaran secara keseluruhan