Mengetahui Beragam Metode Penghitungan Peredaran Bruto oleh Ditjen Pajak

Mengetahui Beragam Metode Penghitungan Peredaran Bruto oleh Ditjen Pajak
Photo by Glenn Carstens-Peters / Unsplash

Dalam situasi di mana wajib pajak tidak dapat sepenuhnya melaksanakan pencatatan atau pembukuan yang diperlukan atau tidak memperlihatkan bukti pendukungnya, Ditjen Pajak memiliki wewenang untuk menggunakan metode alternatif dalam menghitung peredaran bruto.

Berikut adalah 8 metode yang Ditjen Pajak gunakan untuk menghitung peredaran bruto wajib pajak:

1. Metode Transaksi Tunai dan Nontunai

Metode ini menghitung peredaran bruto berdasarkan penerimaan tunai dan nontunai dalam satu tahun pajak. Misalnya, jika penerimaan tunai sebesar Rp 500 juta dan penerimaan nontunai (misalnya transfer bank) sebesar Rp 300 juta, total peredaran bruto adalah Rp 800 juta.

2. Metode Sumber dan Penggunaan Dana

Penghitungan dilakukan berdasarkan informasi mengenai sumber dan penggunaan dana dalam satu tahun pajak. Jika sumber dana yang digunakan sebesar Rp 1 miliar dan penggunaan dana untuk usaha sebesar Rp 800 juta, peredaran bruto adalah selisihnya, yaitu Rp 200 juta.

3. Metode Satuan dan/atau Volume

Penghitungan peredaran bruto dilakukan dengan mengacu pada jumlah satuan atau volume usaha yang dihasilkan oleh wajib pajak dalam satu tahun pajak. Misalnya, jika dalam satu tahun terjual sebanyak 10.000 unit produk, dan masing-masing produk memiliki nilai Rp 100.000, maka peredaran bruto adalah Rp 1 miliar.

4. Metode Penghitungan Biaya Hidup

Metode ini mempertimbangkan biaya hidup wajib pajak beserta pengeluaran yang digunakan untuk menambah kekayaan dalam satu tahun pajak. Misalnya, jika biaya hidup dan pengeluaran investasi sebesar Rp 300 juta, peredaran bruto akan setidaknya sebesar jumlah tersebut.

5. Metode Pertambahan Kekayaan Bersih

Dalam hal ini, peredaran bruto dihitung berdasarkan perubahan kekayaan bersih pada awal dan akhir tahun pajak. Jika kekayaan bersih di awal tahun adalah Rp 2 miliar dan di akhir tahun adalah Rp 3 miliar, maka pertambahan kekayaan bersih adalah Rp 1 miliar.

6. Berdasarkan Surat Pemberitahuan atau Hasil Pemeriksaan Tahun Pajak Sebelumnya

Metode ini menggunakan data dari Surat Pemberitahuan atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya. Misalnya, berdasarkan hasil pemeriksaan tahun sebelumnya, peredaran bruto yang ditentukan adalah sebesar Rp 700 juta.

7. Metode Proyeksi Nilai Ekonomi

Metode ini memproyeksikan nilai ekonomi dari kegiatan usaha pada suatu saat tertentu dalam satu tahun pajak. Contohnya, jika proyeksi nilai ekonomi usaha adalah Rp 900 juta dalam setahun.

8. Metode Penghitungan Rasio

Metode ini menggunakan persentase atau rasio pembanding untuk menghitung peredaran bruto. Misalnya, jika rasio perbandingan adalah 0,2 terhadap omzet, dan omzet dalam satu tahun pajak adalah Rp 5 miliar, maka peredaran bruto adalah Rp 1 miliar.

Dalam situasi di mana data lengkap tidak tersedia, Ditjen Pajak menggunakan salah satu dari metode alternatif ini untuk menentukan peredaran bruto wajib pajak.


Harap diingat bahwa contoh angka yang disebutkan di atas hanya untuk keperluan ilustrasi. Pada praktiknya, perhitungan yang akurat dan tepat akan bergantung pada data yang tersedia dan proses perhitungan yang diterapkan oleh Ditjen Pajak.