Inovasi Bisnis Ramah Lingkungan: Peluang Baru di Era Disrupsi

Inovasi Bisnis Ramah Lingkungan: Peluang Baru di Era Disrupsi
Photo by Florida-Guidebook.com / Unsplash

Inget nggak pasca tragedi 11 September 2001? Dulu, ada rasa iba yang besar bahkan buat perusahaan raksasa yang kena imbas keuangan. Waktu itu, ekonomi Amerika Serikat goyah sampe rugi 11 miliar dolar AS. Nama-nama perusahaan penerbangan, bank, dan pialang saham jadi sering disebut. Bela negara saat itu diartiin dengan dukung perusahaan-perusahaan ini dengan belanja. Belanja dianggap sebagai cara buat pulih dari serangan yang mengguncang cara hidup kita.

Tapi sekarang situasinya beda.

Musim semi 2020, banyak perusahaan yang sama (misalnya maskapai penerbangan) kena imbas lagi gara-gara penutupan global akibat Covid-19. Fokus kepemimpinan dan strategi awal kala itu lebih ke gimana caranya biar perusahaan bisa bertahan dan investasi aman di masa depan. Tapi bedanya, kali ini nggak ada simpati.

Pandemi ini ngebuka mata kita tentang hubungan rumit antara kesenjangan, pertumbuhan ekonomi, kerugian, perubahan iklim, dan kekompakan masyarakat. Beda dari cara pandang pasca 9/11, sekarang orang ngeliat hubungan antara belanja dan pemulihan dengan mengatasi kesenjangan. Sekarang mantramnya adalah: kita semua ada di kapal yang sama.

Perusahaan yang pengen dapetin pelanggan sekarang kudu punya pendirian: apakah pertumbuhan tanpa henti bisa dicapai di planet yang terbatas ini? Apakah yang mereka lakuin itu berkelanjutan buat karyawan, lingkungan hidup, dan konsumen? Atau mereka bakal cuma jadi kenangan kelam karena terus berkontribusi kehancuran sementara konsumen minta perubahan. Perusahaan yang ngelesin soal posisi ESG (lingkungan, sosial, dan tata kelola) dengan harapan bisa ngejar ketinggalan nanti, cuma ngulur-ngulur waktu kehancuran mereka sendiri.

Jadilah Bagian dari Solusi

Di tahun 2021, PWC ngerekam minat konsumen tertinggi terhadap kepemimpinan perusahaan yang positif: 83 persen konsumen nganggap perusahaan kudu aktif ngebentuk praktik terbaik ESG. Angkanya malah lebih tinggi kalo nanya ke karyawan dan pemimpin mereka.

Tetep aja, usaha apapun yang diambil perusahaan menuju keberlanjutan kemungkinan bakal dicurigai sama aktivis. Mereka masih ngeliat pemimpin perusahaan sebagai orang yang terobsesi profit dan pake kekuatan mereka buat ngedapetin pengaruh dan keuntungan. Dan emang, sebagian besar bener sih.

Ada juga yang bilang perubahan beneran kudu dateng dari pemerintah lewat kebijakan yang ngatur dan ngasih sanksi ke pelaku yang jahat serta ngelakuin praktik bisnis yang lebih baik.

Gimanapun juga, kemajuan nggak bakal bisa dicapai tanpa keterlibatan perusahaan karena peran mereka yang gede di ekonomi. Dana yang gede banget kudu dialirin dari model bisnis lama ke inovasi baru yang diinvestasikan buat masa depan energi, logistik, dan tenaga kerja.

Etika Adalah Inovasi

Ini adalah cara revolusioner buat ngejalanin bisnis modern. Pemimpin ESG yang pemberani lagi ngebikin nilai bisnis baru. Mereka adalah contoh nyata para pengganggu (disruptor). Penting buat ngelakuin kebijakan perusahaan yang melindungi para pemangku kepentingan dari produk dan layanan organisasi, entah itu ngasih kesempatan yang sama ke anggota tim atau ngewujudin tujuan sosial lokal. Kemajuan kecil dari waktu ke waktu bakal ngasih hasil jangka panjang yang bisa dinikmatin perusahaan yang berorientasi pada tujuan. Kemajuan kecil ini bakal ngumpul jadi perubahan besar yang bakal nunjukin kalo bisnis bisa jadi pemimpin terpercaya dalam ngatasi masalah yang penting.

Mulai dari Diri Sendiri

Bawa perusahaan ke dalam percakapan global kudu dimulai dari para pemimpinnya. Jadiin prioritas buat ngobrol rutin sama pemimpin dari industri yang berbeda dan liat gimana mereka ngebawa organisasi mereka ke arah yang lebih bermakna. Investasikan diri buat belajar dengan materi yang tepat, kayak podcast IdeaCast dan Coaching Real Leaders. Pelajarin gaya kepemimpinan yang berbeda, inklusi di tempat kerja, dan diskusi kebijakan dari para pemimpin bisnis. Podcast The Nice Guys on Business bisa jadi pilihan yang lebih santai buat para pemimpin perusahaan yang mau punya misi yang bermakna.

Kesempatan buat perusahaan ngebikin nilai baru itu luas, nguntungin, dan masih belum dijelajahin. Masih banyak ruang buat ngebikin perubahan. Gangguan global nggak bakal berhenti cuma gara-gara pandemi. Konsumen bakal terus nanya, apakah perusahaan berkontribusi dengan keberanian atau malah berkontribusi kehancuran?